
Andri telah beranjak dewasa. Sudah saatnya ia mencari gadis
yang baik untuk dijadikan istri. Tapi sampai saat ini, ia belum juga berhasil.
Bukan suatu hal yang aneh. Ia memang terlalu mempertimbangkan bibit-bebet-bobot
calon istrinya.
Maka, saat musim panas mulai bertiup, Andri melakukan perjalanan
ke Yogya. Di tengah perjalanan, Andri memutuskan untuk beristirahat di sebuah
rumah penginapan yang berada di Sekitar Malioboro. Kebetulan ia bertemu dengan
teman sekolahnya dulu. Maka Andri tak segan untuk menceritakan maksud
perjalanannya itu. Seperti gayung bersambut, temannya menyarankan Andri untuk
mencoba melamar anak gadis keluarga Surya. Menurut temannya itu, keluarga Surya
adalah keluarga yang status sosial ekonominya sederajat dengan
Andri. Lagipula, gadis itu sangat cantik dan terpelajar.
Andri girang bukan main. Sebelum berpisah, teman Andri berjanji untuk
mempertemukannya dengan
'Pak Comblang' dari keluarga Surya, esok
pagi. Pak Comblang inilah yang akan meneruskan data pribadi Andri kepada gadis
tersebut. Bila keluarga itu berkenan menerimanya, maka Andri akan segera
berkenalan, sebelum lamaran resmi atau khitbah diajukan. Kegembiraan yang
meluap-luap memenuhi rongga dada Andri. Dibentangkannya sajadah, lalu ia mulai sholat istikhoroh. Baru kali ini Andri
merasa melakukannya dengan sepenuh hati, dengan kepasrahan yang murni... Ah...
Tak terasa air mata Andri berjatuhan. Diam-diam menyelinap
suatu penyesalan. Mengapa ia baru bisa khusyu'
dan dapat merasakan ikatan yang erat
dengan Allah, ketika ada masalah berat dan serius
yang harus ia hadapi? .....
Waktu subuh belum lama berlalu, namun Andri telah bersiap untuk
pergi menemui Pak Comblang. Makin cepat makin baik, pikirnya... Di bawah sinar
bulan sabit yang kepucatan, Andri bergegas menuju tempat itu. Fajar belum juga
merekah ketika Andri sampai di tempat yang dijanjikan. Sepi sekali... Nyanyian
jangkrik perlahan menghilang. Andri benar-benar sendirian. Di tengah kegamangan
hatinya, Andri mencoba mengitari bangunan itu. Seperti sebuah musholla kecil.
Cahaya lilin yang memantul di sela-sela kaca jendela, membangkitkan rasa ingin
tahunya. Andri berjingkat ke arah jendela. Ditempelkan matanya ke celah-celah...
"Hei, masuklah!" "Jangan mengintip seperti itu!" Andri
tersentak. Rasa malu, kaget dan takut berbaur menjadi satu. "Ayo, masuklah.
Jangan takut!" Suaranya lebih lembut namun tetap berwibawa. Andri ragu-ragu.
Tetapi rasa ingin tahu sedemikian menyerbunya. Akhirnya ia memberanikan diri
melangkah ke dalam. "Kemarilah!" ajaknya tanpa melihat muka Andri. Andri
memperhatikan dengan penuh seksama. Laki-laki itu belum terlalu tua, tapi
wajahnya memancarkan kebaikan yang seolah-olah bersumber dari seluruh aliran
darahnya. Bijak, arif, lembut namun tegas. Tentulah ia pengemban amanah yang
luar biasa, pikir Andri. Laki-laki itu duduk di atas permadani sambil membaca
sebuah buku. Lalu ia berkata perlahan : "Belum saatnya Andri .... Belum
saatnya." Andri menatap wajahnya dengan penuh kebingungan. Lalu laki-laki itu
kembali melanjutkan.
Kali ini ditatapnya Andri dengan ketajaman jiwa. "Kau tahu?
Semenjak seseorang ada dalam kandungan ibunya, Allah Ta'ala telah menetapkan 3
hal untuknya. Kau sudah tahu bukan! Salah satu di antaranya adalah jodohnya..
pasangan hidupnya... Hmmmm..... seperti benang sutera." "Ya, seperti benang
sutera yang diikatkan di antara mereka berdua. Kepada kaki laki-laki atau bayi
perempuan yang lahir dan ditakdirkan berjodohan satu dengan yang lainnya. Begitu
simpul diikatkan, maka tak ada suatu hal pun yang dapat memisahkan mereka."
"Salah seorang diantara mereka mungkin saja berasal dari keluarga yang miskin,
sedang yang lainnya dari keluarga yang kaya. Atau mereka terpisah bermil-mil
jaraknya, bahkan mungkin ada yang berasal dari dua keluarga yang saling
bermusuhan. Tapi pada akhirnya, bila saatnya telah tiba, mereka akan menjadi
suami istri. Tak ada suatu hal pun yang dapat mengubah takdir itu." Laki-laki
itu terdiam sesaat. Andri kini sudah sepenuhnya duduk terpekur di hadapannya.
Kalimat demi kalimat disimaknya dengan seksama.
"Jodoh adalah masalah yang paling ajaib dan paling gaib. Suatu
rahasia kehidupan yang tak akan pernah tuntas untuk dimengerti... Bayangkan...
Dua anak yang berbeda, tumbuh di lingkungannya masing-masing. Sebagian besar
mungkin tidak menyadari kehadiran satu dengan lainnya. Tapi bila saatnya tiba,
mereka akan bertemu dan mengekalkan ikatannya dalam tali pernikahan." "Kalau ada
wanita atau laki-laki lain yang muncul di antara keduanya, ia akan terjatuh. Ia
tak akan mampu melewati bentangan tali sutera yang telah diikatkan pada
mereka.... Ah, kau pasti pernah melihat orang yang patah hati bukan? Hhhhh,
sebagian orang yang bodoh dan tak kuat menahan cobaan, memilih mati daripada
patah hati. Bukan takdir yang memilihnya untuk bunuh diri... Itu pilihannya
sendiri, ia cuma tak sabar menanti saat pertemuan itu datang."
"Ketahuilah,Andri... Masalah jodoh adalah rahasia Allah... Kau harus dapat
berdamai dengan takdirmu."
"Bagaimana dengan aku!" sela Andri. "Apakah aku akan berhasil
menikah dengan anak gadis dari keluarga Surya? Apakah ia takdirku?" tanyanya tak
sabaran. Laki-laki itu tersenyum. "Belum saatnya Andri... Belum saatnya! Suatu
saat nanti, kau akan menikah dengan seorang gadis shalihat, cantik dan pintar.
Pun dari keluarga yang terhormat. Kelak, setelah menikah, kalian akan mempunyai
anak laki-laki. Dan anakmu akan menjadi pedagang yang terpelajar. Ia dermakan
kekayaannya untuk agama Allah. la juga akan menjadi anak yang senantiasa
memelihara kedua orang tuanya, meskipun kalian sudah tua renta nanti... Hal ini
tak lepas dari peranan ibunya dalam mendidik anak itu." "Tapi itu nanti. Bila
calon istrimu telah mencapai usia 17 tahun. Sayangnya, saat ini dia masih
berumur 7 tahun." "Hah!" Andri kebingungan. "Jadi saya harus membujang selama 10
tahun??!" Andri menatap tak percaya. Ia berharap semua hanya kemungkinan karena
ia salah dengar saja. Andri mencari kesungguhan di sana... Tapi semua sia-sia...
Air muka laki-laki itu tak berubah sedikit pun. Dan Andri menyadari semua adalah
kebenaran. "Kalau begitu, di mana dia sekarang? Dimana saya dapat menemui calon
istri saya? Tolonglah?!" Andri memohon padanya. "Oh, gadis itu tinggal dengan
wanita penjual sayur. Tak jauh dari sini. Setiap pagi, wanita itu datang ke
pasar dan menjajakan sayurannya di sebelah kios ikan."
Kukuruyukkkkk....!! Suara nyaring ayam jantan memecah
keheningan... Andri tersentak. Kukuruyukkkkk....!! Kokok nyaring ayam jantan
membangunkan Andri dari tidurnya. Ah.. rupa-rupanya ia tertidur di atas
sajadah... Alhamdulillah, waktu subuh belum habis. Andri bersegera mengambil
wudhu... Sehabis sholat subuh, Andri kembali teringat mimpinya. Seolah semua
menjadi teka-teki. Andri belum tahu apakah harus menganggapnya sebagai jawaban
atas sholat istikhorohnya atau tidak. Untuk mcnyingkap tabir mimpi itu, cuma ada
satu cara yang bisa dilakukannya : mencari gadis kecil yang katanya calon
istrinya itu! Lalu Andri pun bergegas ke pasar terdekat. Sepanjang jalan ia
berdoa dan berjanji. Berdoa agar calon istrinya memang benar-benar baik bibit,
bebet dan bobotnya. Sebagaimana telah diisyaratkan dalam mimpi. Dan ia berjanji
untuk menerima takdirnya dan berusaha menjadi muslim yang baik. Lebih baik dari
kualitasnya sekarang.
Fajar telah lama merekah saat Andri tiba di sana. Orang-orang
mulai melakukan kegiatannya. Pembeli mulai berdatangan. Ramai... Namun belum
seramai satu jam yang akan datang. Maka Andri lebih leluasa untuk mengamati
sekitarnya. Matanya berkeliling mengitari pasar, lalu tertumbuk pada sosok kecil
di samping kios ikan. Wanita itu tua, kotor, lusuh. Kumal. Rambutnya telah
keabu-abuan. Dengan sebelah mata tertutup lapisan katarak, ia duduk di selembar
alas sambil menggendong bocah kecil di dadanya. "Oh, tidak!! Bagaimana mungkin?!
Ini pasti kekeliruan!" Andri menatap kembali bocah terlantar yang kurus kering
itu. Hatinya hancur... Ah, mimpi semalam benar-benar hanya bunga tidur. Andri
kembali ke penginapannya dengan hati lesu. Kali ini bukan saja ia kecewa karena
calon istrinya ternyata hanya seorang bocah gelandangan, tapi juga karena 'Pak
Comblang' dari keluarga Surya tidak datang pada pertemuan yang ia janjikan.
Tanpa suatu penjelasan apapun. "Ah... sudah jatuh dari tangga,
tertimpa genteng pula! Saya adalah seorang yang terpelajar... sudah selayaknya
saya mendapatkan seorang gadis dari keluarga terhormat!" Semakin lama Andri
memikirkan hal tersebut, semakin jijik ia membayangkan kemungkinan menikahi
bocah kumal itu. Benar-benar menggelikan. Andri khawatir hal tersebut
benar-benar akan terjadi. Dan ia tidak dapat tidur semalaman...
Keesokan harinya... Andri pergi ke pasar bersama dengan pelayan
setianya. Andri menjanjikan imbalan yang sangat besar apabila ia berhasil
membunuh bocah kumal itu. Andri dan pelayannya berdiri di belakang pembeli.
Begitu kesempatan datang, pelayan Andri menikamkan pisaunya ke arah si anak,
lalu mereka kabur. Bocah kecil itu menangis dan wanita buta yang menggendongnya
berteriak-teriak : "Pembunuh! Pembunuh!" Kegemparan pun segera menyebar ke
seluruh penjuru pasar...
Sementara itu, Andri dan pelayannya telah lenyap dari tempat
kejadian. "Kau berhasil membunuh dia?" tanya Andri terengah-engah. "Tidak,"
jawab pelayannya. "Begitu saya menghunjamkan pisau ke arahnya, anak itu berbalik
secara tiba-tiba. Saya rasa saya hanya melukai mukanya, dekat alisnya." Andri
segera meninggalkan penginapan. Kejadian itu dengan segera terlupakan oleh
masyarakat sekitar. Ia kemudian pergi ke arah Barat menuju ibukota. Karena
kecewa dengan kegagalan pernikahannya, Andri memutuskan untuk berhenti
memikirkan perkawinan.
Tiga tahun kemudian Andri dijodohkan dengan gadis yang
mempunyai reputasi baik yang berasal dari keluarga Hartono. Sebuah keluarga yang
cukup terkenal di masyarakat sekitar.. Anak gadisnya terpelajar dan sangat
cantik. Semua orang memberi selamat pada Andri. Persiapan pernikahan tengah
dilangsungkan, ketika suatu pagi Andri menerima berita yang menyakitkan. Calon
istrinya melarikan diri dengan laki-laki yang dicintainya. Mereka berdua telah
menikah di kota lain.
Selama dua tahun Andri berhenti memikirkan pernikahan. Saat itu
ia berusia dua puluh delapan tahun. Ia berubah pikiran tentang mencari pasangan
dari masyarakat yang sekelas dengannya; seorang gadis kota terpelajar. Maka
Andri pergi ke pedesaan, mencari suasana baru. Di desa, Andri menghabiskan waktu
dengan mempelajari buku-buku. Suatu hari ia membawa bukunya ke sungai di dekat
ladang, agar lebih nyaman membacanya. Tanpa sengaja ia melihat gadis desa yang
sedang memanen kentang. Andri jatuh hati padanya dan bersegera menemui orang tua
gadis itu. Gayung bersambut, gadis itu menerima lamarannya. Maka Andri bergegas
ke kota untuk membeli perhiasan dan baju sutera serta segala persiapan
pernikahan.
Selama beberapa hari, Andri berkeliling mengunjungi
saudara-saudaranya untuk mengabarkan berita gembira itu. Seminggu kemudian ia
kembali ke desa. Tapi yang ditemuinya hanya kabar buruk tentang sakitnya sang
calon. Andri bersedia menunggu sampai ia sembuh. Sampai setahun hampir berlalu,
penyakit calon istrinya malah semakin parah. Gadis itu kehilangan seluruh
rambutnya dan menjadi buta. Ia menolak menikahi Andri dan berpesan pada orang
tuanya untuk meminta Andri melupakan dia. Ia mohon agar Andri mencari gadis lain
yang layak untuk dijadikan istri.
Tahun demi tahun berlalu, sampai akhirnya Andri mendapatkan
calon yang sempurna. Bukan saja ia cantik dan masih muda, tapi juga pencinta
buku dan seni. Tak ada rintangan, khitbah pun segera dilangsungkan. Namun malang
tak dapat ditolak... tiga hari sebelum pernikahan, gadis itu terjatuh dari
tangga dan mati. Sepertinya nasib mengolok-olokkan Andri. Andri menjadi fatalis.
Ia tidak lagi peduli pada wanita, ia hanya bekerja dan bekerja. Sekarang ia
bekerja di kantor pemerintahan di Yogya. Mengabdikan diri pada tugas dan sama
sekali berhenti memikirkan pernikahan. Tapi ia bekerja dengan sangat baik,
sehingga atasannya, Hakim Sulaiman, terkesan pada dedikasi dan kesungguhannya...
hingga mengusulkan Andri untuk menikahi keponakannya. Pembicaraan itu sangat
menyakitkan Andri. "Mengapa Tuan mau menikahkan keponakan Tuan pada saya! Saya
terlalu tua untuk menikah." Pejabat itu menasehati Andri tentang keburukan
membujang. Lagipula menikah adalah sunnah Rasulullah. Maka Andri menyetujuinya,
meskipun ia sama sekali tidak antusias...
Andri benar-benar tidak melihat istrinya sampai pernikahan
benar-benar selesai dilangsungkan. Istrinya ternyata masih muda, Andri lega
melihatnya. Tingkah lakunya sangat baik dan Andri harus mengakui bahwa ia adalah
istri yang sangat baik. Taat, sholihat dan selalu menyenangkan. Sama sekali
tidak ada alasan untuk tidak menyukainya. Bila di rumah, istrinya selalu menata
rambut dengan cara yang khas, sehingga menutupi pelipis kanannya. Menurut Andri,
dengan tata rambut seperti itu istrinya kelihatan sangat cantik, tetapi ia agak
heran juga...
Tak kurang dari satu bulan, Andri telah benar-benar jatuh cinta
kepadanya. Suatu saat ia bertanya, "Mengapa dinda tidak mengganti gaya rambut
sekali-kali? Maksudku, mengapa dinda selalu menyisirnya ke satu arah?" Istri
Andri menyibakkan rambutnya dan berkata, "Lihatlah!" Ia menunjuk ke luka di
pelipis kanannya. "Bagaimana bisa begitu?" tanya Andri lagi Sang istri menjawab,
"Aku mendapatkannya saat berumur tujuh tahun. Ayahku meninggal di kantornya,
sedangkan ibu dan abangku meninggal dunia pada tahun yang sama. Kemudian aku
dirawat oleh ibu susuku. Kami mempunyai rumah di dekat Gerbang Selatan Yogya,
dekat kantor ayahku. Suatu hari, seorang pencuri tanpa alasan apa pun, mencoba
membunuhku. Kami sama sekali tidak mengerti, kami tidak pernah punya musuh.
Untung ia tidak berhasil membuatku mati, tapi ia meninggalkan luka di kepala
sebelah kananku.
Karena itulah aku selalu menutupinya darimu." "Apakah ibu susumu
hampir buta?" "Ya. Kok tahu?" "Akulah pencuri itu.
Ah, tapi bagaimana mungkin! Semua begitu
aneh... Semua terjadi begitu saja, seperti ada yang telah mentakdirkan."
Andri kemudian menceritakan semuanya. Bermula dari mimpinya setelah ia
sholat istikhoroh, sekitar sepuluh tahun yang lalu.
Istrinya juga bercerita, ketika ia berusia sembilan atau sepuluh
tahun, pamannya menemukan ia di Sung-Cheng dan mengambilnya untuk tinggal
bersama keluarganya di Shiang-Chow.
Akhirnya mereka menyadari bahwa pernikahan mereka adalah sebuah
takdir yang telah digariskan Allah Ta'ala. Andri menangis. Ia malu pada
Penciptanya. Malu pada kesombongannya untuk menentang takdir... ...dan pada saat
itulah, Andri menyerahkan segala urusannya kepada Allah. Tapi kenapa ketika ia
mendapatkan petunjuk, ia malah mengingkarinya ? Saat itu juga, Andri melakukan
sholat taubat. Untuk menjadi mukmin yang baik. Begitulah, kasih sayang di antara
mereka kian tumbuh subur...
Setahun kemudian lahirlah anak laki-laki. Istri Andri
mendidiknya dengan sangat baik. Setelah dewasa, ia menjadi seorang yang
terpelajar. Usahanya di bidang perdagangan maju pesat. Ia sangat penyantun dan
terkenal akan kedermawanannya. Ketika sang anak menjadi Gubernur, Andri telah
lanjut usia. Anak dan istrinya tetap setia memelihara dan mencintainya. Di
tempat mereka pertama kali bertemu, empat belas tahun sebelum pernikahan, anak
Andri membangun tempat peristirahatan untuknya.
"Dan segala sesuatu kami jadikan berjodoh-jodohan, agar
sekalian kamu berpikir." (QS 51 : 49).
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berpikir."
COMMENTS